6 Ciri Gaya Hidup Materialisme, Faktor Pengaruh, dan Contohnya

Materialisme merupakan salah satu bentuk gaya hidup yang ada di komunitas masyarakat. Hal ini tak hanya terjadi pada kaum borjuis saja. Gaya hidup materialisme pun bisa terjadi pada mereka yang menempati kalangan menengah ke bawah karena tidak melihat kondisi keuangan tertentu.

Fenomena ini tumbuh subur seiring dengan berkembangnya nilai-nilai dan pendapatan. Masyarakat yang menjalankan gaya hidup ini biasanya memuja materi sebagai prioritas dan cenderung berlebihan. Berikut ini adalah ciri-ciri, faktor dan contoh gaya hidup yang berkaitan materialisme.

Ciri-Ciri Gaya Hidup Materialisme

1. Percaya bahwa harta adalah segalanya

Percaya-bahwa-harta-adalah-segalanya

Pandangan hidup yang dipakai oleh orang yang menyandang gaya hidup ini percaya bahwa harta adalah segalanya. Mereka cenderung tidak percaya dengan hal abstrak. Sementara uang dan harta adalah hal yang nyata dan bisa diraih, berbeda dengan kesehatan jiwa secara umum.

Karena berorientasi kepada hal-hal berbau material, itu sebabnya orang-orang cenderung bekerja keras dan merasa ketakutan. Meskipun memiliki harta yang cukup, mereka masih berada di bawah bayang-bayang bahwa harta bisa saja habis sehingga nantinya mereka tidak bisa hidup bahagia.

2. Hidup adalah untuk bersenang-senang

Hidup-adalah-untuk-bersenang-senang

Penganut gaya hidup materialisme juga percaya bahwa hidup semata-mata untuk kesenangan pribadi. Mereka tak peduli bahwa masa depan bisa saja berkebalikan 180 derajat dengan keadaan sekarang. Sehingga, mereka memilih jalan hidup hedonisme sebagai keseharian mereka.

Waktu yang mereka habiskan pun akan relatif untuk hal yang dinilai sebagai bagian dari kesenangan. Terlepas dari norma yang ada, kesenangan yang mereka dapatkan pun bisa jadi hal yang negatif. Apapun itu, meraih kebahagiaan ini dilakukan secara terus-menerus sebagai bagian dari hidup.

3. Sulit merasa puas

Sulit-merasa-puas

Berapapun harta yang telah mereka dapatkan, kepuasan diri mereka tidak ikut meningkat. Hal ini berhubungan dengan rasa takut bahwa suatu hari harta akan habis. Apalagi, mereka juga memiliki gaya hidup konsumtif yang tinggi dengan pendapatan yang didapatkan.

Jadi, meskipun mereka melakukan hal-hal yang membuat mereka merasa senang, hal tersebut tidak menjadikan bahwa gaya hidup ini membuat perasaan menjadi tenang. Lingkungan materialisme juga menuntut komunitasnya untuk selalu membandingkan diri dengan orang lain.

4. Cenderung egois

Cenderung-egois

Karena mementingkan hidup sendiri, orang dengan gaya hidup materialisme biasanya tidak akan peduli dengan keadaan orang lain. Hal ini bukan berarti empati mereka terkikis, melainkan mereka sendiri takut dengan kekurangan yang suatu ketika bisa dialami.

Kesenangan yang mereka bentuk untuk diri sendiri pada akhirnya akan memiliki efek ke orang sekitar. Namun, hal tersebut tidak menjadikan orang dengan gaya hidup ini menjadi peduli dan berhenti. Bagi mereka, hidup hanya sekali dan orientasinya hanyalah kesenangan pribadi.

5. Bersikap konsumtif

Bersikap-konsumtif

Tak mengherankan jika gaya hidup ini juga membuat orang cenderung untuk bersikap konsumtif. Konsumtif adalah perilaku untuk membeli hal-hal yang diinginkan meskipun bukan hal yang prioritas. Apapun yang diinginkan, harus didapatkan tanpa melihat kondisi ekonomi.

Sikap konsumtif menjadi ciri yang sangat menonjol. Apa yang dibeli, pada akhirnya akan dipamerkan ke semua orang untuk mendapatkan citra tertentu. Dengan begitu, orang-orang bergaya hidup ini bisa masuk ke dalam sebuah kelas yang mereka inginkan.

6. Cenderung diskriminatif

Cenderung-diskriminatif

Sikap diskriminatif terus tumbuh manakala seseorang menempatkan pola pikirnya ke gaya hidup yang memuja materi. Secara sadar atau tidak, mereka akan memisahkan kelas-kelas sosial yang ada pada komunitas. Mereka pun memisahkan diri untuk ke kelas yang mereka inginkan.

Untuk yang berada di kelas bawah, diskriminasi akan terjadi karena dinilai tidak cocok untuk bersosial dengan alasan materi atau harta. Mereka juga akan menargetkan untuk terus mencapai titik materialisme tertentu hingga bisa naik ke kelas yang mereka inginkan di masyarakat.

Faktor Gaya Hidup Materialisme

1. Lingkungan individualisme

Lingkungan-individualisme

Lingkungan yang individualisme menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya hidup yang materialistis. Orang dengan gaya hidup ini menganggap bahwa tidak ada seorang pun yang bisa diminta pertolongan manakala mereka menjadi jatuh miskin.

2. Pola hidup konsumtif

Pola-hidup-konsumtif

Kepuasan manusia masa sekali tidak bisa diukur karena sifatnya yang relatif. Mereka yang hobi untuk menjadikan dirinya sebagai individu yang konsumtif sulit untuk melepaskan diri ketika memuja harta. Tanpa sadar, mereka terjebak ke dalam gaya hidup yang satu ini.

3. Boros

Boros

Boros menjadi faktor dan dampak utama yang terjadi manakala seseorang menjadi individu yang materialistis. Tidak peduli besar atau kecilnya pendapatan, pengeluaran mereka sangat tinggi. Hal ini diakibatkan oleh tingginya pemenuhan dalam pemuasan diri meski kadang tidak masuk akal.

4. Adanya sifat tidak bertanggung jawab

Adanya-sifat-tidak-bertanggung-jawab

Tidak bertanggung jawab merupakan salah satu faktor berkembangnya gaya hidup ini pada seseorang. Mereka menilai bahwa hidup adalah urusan masing-masing dan tidak perlu adanya sikap tolong-menolong. Ini menjadi akar seseorang menjadi lebih memuja harta ketimbang hal abstrak.

Contoh Gaya Hidup Materialisme

Membeli barang mewah

Membeli-barang-mewah

Membeli sebuah barang memang hak setiap orang. Namun apa jadinya jika tidak mengukur kapasitas diri? Kebutuhan manusia biasanya cukup hanya dengan primer dan sekunder saja. Membeli barang mewah di kelas tersier menjadi salah satu contoh materialisme.

Ciri hidup materialisme dalam contoh yang satu ini misalnya sering mengganti merk mobil mewah. tujuan mobil sudah bukan lagi menjdi alat transportasi, melainkan untuk pemenuhan kepuasan. Terlalu sering melakukan ini tandanya memuja harta yang dimiliki oleh diri sendiri.

Gemar berhutang

Gemar-berhutang

Memiliki cicilan adalah hal yang wajar, tetapi menjadi tidak wajar jika pemenuhan setiap kebutuhan harus dicicil. Apalagi jika harus mengorbankan agunan yang menjadi aset pokok seperti rumah atau tanah untuk bisa mendapatkan barang yang diinginkan.

Alhasil, berhutang menjadi cara yang instan. Gali lubang dan tutup lubang menjadi hal yang lazim terjadi pada orang yang materialistis. Selama mereka mendapatkan hal yang diinginkan, maka segalanya bisa didapatkan dengan cara mengajukan utang.

Suka berbelanja

Suka-berbelanja

Memenuhi kebutuhan hidup memang salah satunya adalah dengan berbelanja. Namun, membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak penting atau dibutuhkan adalah sebuah masalah besar. Banyak orang yang senang berbelanja hanya karena kesenangan atau tren sesaat.

Ditambah dengan adalanya akses mudah seperti kartu kredit. Orang tanpa berpikir panjang menggunakannya hingga mencapai limit. Gaya hidup materialisme membawa mereka untuk menjadi pribadi konsumtif dan menghabiskan uang dengan memiliki barang yang mahal dan mewah.

Hobi mentraktir

Hobi-mentraktir

Mentraktir makan teman sekali atau dua kali tidak masalah. Hanya saja jika dilakukan berkali-kali tanpa melihat pendapatan akan membuatmu menjadi kekurangan uang. Ujungnya adalah dengan mengajukan utang. Apalagi jika membayar dengan menggunakan kredit.

Untuk itu, ukur terlebih dahulu kapasitas diri yang dimiliki. Baik terhadap orang lain adalah hal yang wajar. Namun, jangan sampai merugikan diri sendiri hanya untuk menjaga gengsi.

Gaya hidup materialisme memang ada di kelompok sosial. Hal ini disebabkan oleh latar belakang lingkungan dan juga kepuasan manusia yang tidak ada habisnya. Kecenderungan ini harus dihentikan apabila dirasa berlebihan dan merugikan diri sendiri serta orang lain di sekitar.

Leave a Comment