5 Dasar Hukum Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

Orang-orang dengan perencanaan keuangan yang matang biasanya menganggap asuransi, sebagai sebuah kebutuhan yang cukup penting. Namun, tidak sedikit yang belum mengetahui apa saja dasar hukum asuransi yang mereka gunakan.

Sebenarnya ada dua kategori dasar hukum dalam asuransi, yaitu dasar hukum perasuransian secara general dan syariah. Dua jenis dasar hukum tersebut cukup berbeda karena produk asuransi konvensional dan syariah dijalankan dengan konsep yang berbeda.

Apa Itu Dasar Hukum Asuransi?

Apa-Itu-Dasar-Hukum-Asuransi

Hukum asuransi secara umum adalah suatu peraturan atau kebijakan yang mengikat dua pihak, yaitu nasabah atau pemegang polis dengan perusahaan asuransi dalam perjanjian yang telah disepakati bersama.

Pengertian hukum asuransi tersebut berdasarkan Pasal 246 KUHD yang berisi tentang perjanjian dalam asuransi.

Tidak hanya pasal di atas, masih ada beberapa pasal dan undang-undang (UU) yang menjadi landasan hukum asuransi di Indonesia. Salah satunya termasuk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal kehalalan penggunaan produk asuransi.

Landasan hukum asuransi yang ada di Indonesia mengikat untuk semua perusahaan asuransi yang beroperasi. Terdapat tiga pokok utama yang perlu diketahui tentang hukum dalam asuransi, di antaranya yaitu:

  1. Terdapat dasar hukum yang mengatur pengelolaan bisnis asuransi bagi perusahaan yang menjalankannya. Dasar hukum tersebut terbagi menjadi dua, yakni dasar hukum secara general dan syariah.
  2. Di dalam hukum asuransi juga terdapat aturan bagi pelaku di industri asuransi, salah satunya yaitu landasan hukum untuk para agen asuransi.
  3. Landasan hukum asuransi juga mengatur perjanjian yang berlaku dalam sebuah produk asuransi.

Mengapa asuransi perlu diatur oleh hukum? Karena dasar hukum produk asuransi akan memberikan payung hukum bagi kedua belah pihak ketika terjadi sengketa di kemudian hari.

Dengan adanya payung hukum, semua persoalan yang timbul bisa diselesaikan secara hukum berdasarkan bukti yang ada.

Landasan Hukum Asuransi Secara General di Indonesia

Landasan-Hukum-Asuransi-Secara-General-di-Indonesia

Seperti yang telah dibahas di atas, dasar hukum di dalam perasuransian ada dua macam, yaitu generasi dan syariah. Sebelum membahas tentang dasar hukum perasuransian secara syariah, ada baiknya mengenal dasar hukum secara generalnya terlebih dahulu.

Perlu diketahui bahwa dasar hukum secara general ini harus dipatuhi oleh semua perusahaan asuransi, mulai dari asuransi jiwa, asuransi kesehatan, hingga asuransi umum lainnya. Untuk mengetahui lebih detail mengenai dasar hukum asuransi secara general, simak penjelasan berikut.

1. UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Undang-undang satu ini menjadi dasar hukum utama yang mengatur tata kelola industri perasuransian dan berbagai kegiatan di dalamnya. Dalam Undang-undang tersebut telah menyebutkan bahwa asuransi merupakan bentuk usaha yang menanggulangi risiko para penggunanya.

2. KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774

Kedua pasal hukum KUHP tersebut menjelaskan bahwa asuransi harus mengandung perjanjian antara dua belah pihak. Dalam perjanjian tersebut termasuk ke dalam lingkup pidana, sehingga segala hal yang terkait di dalamnya dapat dibawa ke ranah hukum pidana.

3. KUHD Bab 9 Pasal 246

Peraturan KUHD tersebut menjelaskan tentang beberapa hal di antaranya:

  1. Jenis pertanggungan asuransi
  2. Batas maksimal pertanggungan
  3. Proses klaim yang berlaku
  4. Penyebab batalnya proses pertanggungan
  5. Dan menjelaskan tentang pertanggungan yang dinyatakan secara tertulis dalam sebuah dokumen polis

4. PP Nomor 73 Tahun 1992

Dasar hukum produk asuransi satu ini mengatur penyelenggaraan usaha perasuransian, dalam mendorong pertumbuhan kesejahteraan masyarakat secara nasional. Dalam praktiknya, perusahaan yang menyediakan dan mengelola produk asuransi harus berprinsip sehat dan bertanggung jawab.

5. PP Nomor 63 Tahun 1999

Dasar hukum asuransi konvensional satu ini merupakan revisi dari PP Nomor 7 Tahun 1992 yang di dalamnya membahas tentang penyelenggaraan perasuransian. Revisi tersebut dibuat untuk menyesuaikan peraturan dan regulasi dengan perubahan zaman.

Dasar Hukum Asuransi Syariah di Indonesia

Dasar-Hukum-Asuransi-Syariah-di-Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki mayoritas penduduk beragama Islam, tidak heran jika banyak produk asuransi syariah yang bermunculan. Namun, kehadiran asuransi syariah di Indonesia tidak bisa dijalankan secara sembarangan dan hanya memenuhi dasar hukum general saja.

Asuransi syariah juga harus dijalankan berdasarkan hukum syariat Islam yang menentang unsur riba, pertaruhan, dan hal-hal serupa lainnya. Berikut ini beberapa dasar hukum asuransi syariah dalam ajaran agama Islam, berdasar Al Quran, Hadits, fatwa MUI, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

1. Dasar Hukum dalam Al Quran dan Hadits

Landasan hukum asuransi syariah yang pertama tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadits, di antaranya yaitu:

  1. Al Maidah 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
  2. An Nisaa 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka.
  3. HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.

2. Fatwa MUI

Dasar hukum untuk produk asuransi syariah di Indonesia juga diperkuat dengan fatwa MUI yang menilai bahwa asuransi syariah bisa dijadikan sebagai solusi untuk masyarakat muslim yang ingin mendapatkan perlindungan.

Sejak tahun 2001, MUI mengeluarkan beberapa fatwa yang menjelaskan bahwa asuransi syariah diperbolehkan, asalkan benar-benar dijalankan sesuai dengan syariat Islam.

Fatwa MUI yang menjelaskan mengenai kehalalan asuransi syariah di antaranya sebagai berikut:

  1. Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
  2. Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
  3. Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
  4. Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.

3. Peraturan Menteri Keuangan

Dasar hukum asuransi syariah pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010, terkait dengan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Asuransi Syariah, menjelaskan mengenai kebijakan asuransi syariah dan tata kelolanya.

Beberapa pasal Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur asuransi syariah, di antaranya sebagai berikut:

  1. Pasal 1 Nomor 1: Asuransi berdasarkan prinsip Syariah adalah usaha saling tolong-menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para nasabah melalui pembentukan kumpulan dana (tabbaru’) yang dikelola dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
  2. Pasal 1 Nomor 2: Perusahaan adalah perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
  3. Pasal 1 Nomor 3: Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah program asuransi dengan prinsip Syariah, atau perusahaan asuransi yang menjadi nasabah reasuransi dengan prinsip syariah.

Landasan Hukum Pemberlakuan dan Pembatalan Asuransi

Landasan-Hukum-Pemberlakuan-dan-Pembatalan-Asuransi

Dasar hukum asuransi di Indonesia juga mengatur tentang pemberlakuan dan pembatalan asuransi. Hukum mengenai pemberlakuan dan pembatalan asuransi harus dipahami tertanggung dan pemegang polis dengan teliti.

Berikut beberapa landasan hukum tentang pemberlakuan dan pembatalan asuransi di Indonesia:

1. Masa Berlaku Asuransi

Berdasar peraturan KUHD Pasal 255, masa berlaku harus dijelaskan pada saat di awal pembelian asuransi. Jadi, polis yang belum diterbitkan akan aktif atau berlaku setelah nasabah menandatangani polis asuransi dan membayar premi pertamanya.

Semua perusahaan asuransi juga harus menerbitkan polis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sejak polis asuransi diterbitkan, hak dan kewajiban di antara tertanggung dan penanggung sudah mulai berjalan.

2. Pembatalan Asuransi

Tidak hanya mengatur perjanjian asuransi, dasar hukum tentang asuransi di Indonesia juga melindungi hak peserta dan perusahaan asuransi. Karena bisa saja terdapat hal-hal di luar perjanjian, yang dilanggar perusahaan sebagai pengelola atau nasabah sebagai pengguna.

Hukum asuransi di Indonesia juga bertujuan untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, sehingga baik perusahaan maupun nasabah bisa membatalkan perjanjian asuransi.

Pembatalan asuransi telah diatur dalam KUHD Perdata Pasal 1320, dimana perjanjian asuransi bisa dianggap batal jika terjadi beberapa hal berikut:

  1. Telah terbukti melakukan kecurangan, penipuan, atau rekayasa yang dilakukan oleh tertanggung (Nasabah)
  2. Pengadilan memutuskan untuk membebaskan penanggung dari segala kewajiban kepada tertanggung
  3. Terdapat kerugian yang tidak tercantum di dalam polis asuransi yang sudah disepakati bersama
  4. Terdapat informasi yang tidak benar dari pihak tertanggung

Dari penjelasan tentang dasar hukum asuransi di atas bisa diketahui bahwa pemerintah memiliki peraturan yang mengatur tata kelola dan penggunaan asuransi. Sehingga dalam menggunakannya Anda harus memperhatikan beberapa hal agar memperoleh manfaatnya.

Leave a Comment