Penghindaran Pajak di Indonesia Apa Bisa? Ini Penjelasan Lengkap

Banyaknya kasus penghindaran pajak semenjak pandemi per 2020 menyebabkan Indonesia merugi hingga Rp68,7 triliun. Nominal tersebut naik drastis karena korporasi melakukan tax avoidance secara besar-besaran. Padahal, pajak menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang krusial.

Penghindaran pembayaran pajak tidak hanya dilakukan oleh Wajib Pajak badan, melainkan juga Wajib Pajak pribadi. Bahkan, tidak sedikit perusahaan multinasional yang memanipulasi laba yang diperolehnya agar tidak diperhitungkan ke dalam pembayaran pajak.

Pengertian Tax Avoidance

Pengertian-Tax-Avoidance

Penghindaran pajak adalah tindakan yang dilakukan Wajib Pajak berdasarkan skema tertentu guna mengurangi hingga menghapus beban pajak. Perilaku yang merugikan negara ini memanfaatkan loophole atau celah dalam kebijakan perpajakan.

Pada dasarnya, tax avoidance memang praktik yang tidak bisa dianggap ilegal. Tindakan ini tidak melanggar hukum, namun memberikan efek negatif yang terasa bagi keuangan negara.

Kategori Penghindaran Pajak

Kategori tax avoidance ini telah dijelaskan oleh seorang pengacara pajak asal Inggris, yaitu James Kessler. Ia membagi praktik penghindaran pembayaran pajak ini menjadi dua, yaitu Acceptable Tax Avoidance dan Unacceptable Tax Avoidance, berikut ulasan lengkapnya.

1. Acceptable Tax Avoidance

Acceptable-Tax-Avoidance

Tindakan ini merupakan upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk menghindari pajak, namun masih bisa diterima secara hukum. Adapun disebut ‘acceptable’ karena memiliki tujuan yang baik. Transaksi yang dilakukan bisa dipertanggung jawabkan dan bukan transaksi palsu.

2. Unacceptable Tax Avoidance

Unacceptable-Tax-Avoidance

Jenis penghindaran pembayaran pajak ini dilakukan oleh Wajib Pajak dan tidak bisa diterima secara hukum. Tindakan menyeleweng ini tidak bisa dikatakan legal karena memiliki tujuan jahat. Tidak hanya itu, transaksinya pun dibuat palsu agar Wajib Pajak yang bersangkutan tidak membayar pajak.

Jenis-Jenis Tindakan Penghindaran Pajak

Praktik tax avoidance yang diterima maupun tidak diterima hukum sebenarnya bergantung pada hukum yang berlaku. Di Indonesia sendiri ada berbagai macam tindakan penghindaran pembayaran pajak, di antaranya adalah:

1. Memanfaatkan Prosedur Penyusutan Aset

Memanfaatkan-Prosedur-Penyusutan-Aset

Sebuah aset sebenarnya tidak memiliki penyusutan signifikan berdasarkan waktu tertentu. Bahkan, mayoritas aset justru meningkat nilainya. Beberapa korporasi memanfaatkan sistem penyusutan aset yang sebenarnya tidak benar-benar terjadi.

Para pengusaha yang melakukan tindakan ini menghindari kewajiban membayar pajak pada aset-aset yang dimilikinya. Padahal, aset tersebut bukannya menyusut, malah naik nilainya dalam kurun waktu tertentu.

2. Melakukan Transaksi Fiktif

Melakukan-Transaksi-Fiktif

Tindakan yang termasuk penghindaran terhadap pajak selanjutnya adalah melakukan transaksi fiktif. Padahal, transaksi tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap operasi bisnis yang berjalan. Namun, hal tersebut tetap dilakukan untuk menghindari pembayaran pajak.

Transaksi diubah sedemikian rupa sehingga kewajiban pebisnis membayar sejumlah pajak pada transaksi tersebut gugur.

3. Menyalahgunakan Fasilitas Pajak

Menyalahgunakan-Fasilitas-Pajak

Bentuk tax avoidance selanjutnya yaitu penyalahgunaan fasilitas pajak yang seharusnya tidak dinikmati. Contoh mudahnya adalah pajak UMKM Final yang ditetapkan sebesar 0,5%. Persentase tersebut merupakan hak pelaku bisnis UMKM berdasarkan kriteria yang sesuai.

Namun, ada saja pengusaha nakal yang memanfaatkan momen ini guna memecah laporan finansialnya agar seolah-olah berhak dengan nominal pajak 0,5% tersebut.

4. Transaksi yang Melibatkan Negara (Tax Haven)

Transaksi-yang-Melibatkan-Negara-Tax-Haven

Contoh kasus penghindaran pajak yang satu ini pernah terjadi di tanah air dan termasuk kasus yang cukup besar. Bagaimana tidak, tindakan ini dikenal dengan sebutan Tax Haven atau transaksi yang melibatkan negara.

Jadi, negara memberikan banyak keringanan pembayaran pajak yang seharusnya dikenakan sesuai persentase yang berlaku. Hal ini mengakibatkan para pengusaha tidak memiliki kewajiban membayar pajak yang seharusnya diberlakukan di Indonesia.

Akibat Penghindaran Pajak

Akibat-Penghindaran-Pajak

Tindakan penghindaran pembayaran pajak tentunya tidak dilakukan oleh setiap korporasi di Indonesia. Sebenarnya, masih banyak pula perusahaan yang menaati kewajibannya sebagai Wajib Pajak.

Namun, perlu diingat bahwa tindakan tax avoidance sekecil apapun memang memberikan dampak buruk bagi kondisi keuangan negara secara umum. Adapun efek negatif yang paling terasa adalah berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak yang jumlahnya terbilang besar.

Setiap korporasi yang melakukan tindakan tax avoidance yang menyeleweng dari hukum, tentunya akan mendapatkan sanksi. Adapun hukuman yang diberikan bisa secara administratif maupun sanksi pidana.

Di Indonesia sendiri pernah terjadi beberapa kasus besar tax avoidance yang termasuk ke dalam fraud atau kejahatan korupsi pajak. Tindakan ini pada dasarnya merupakan bentuk ancaman hukuman yang siap menanti pelaku yang berhasil tertangkap.

Upaya Pencegahan Tax Avoidance

Upaya-Pencegahan-Tax-Avoidance

Di Indonesia sudah ada undang-undang perpajakan yang berlaku bagi Wajib Pajak badan maupun orang pribadi. Adapun tindakan penghindaranini sebenarnya sudah cukup lama dicegah, misalnya sebagai berikut:

1. Penerapan Sistem Dikotomi

Sistem ini harus diuraikan secara rinci, termasuk setiap butir pasal yang berlaku di dalamnya. Kebijakan ini telah mempersempit gerakan oknum wajib pajak yang menyeleweng. Tidak sedikit korporasi yang malah memanfaatkan celah aturan untuk menghapus beban pajaknya.

2. Mencari Celah Pelanggaran

Sistem dikotomi yang sudah diterapkan nyatanya masih belum cukup menghilangkan tindakan penghindaran pembayaran pajak. Pelanggaran masih banyak terjadi karena ada beberapa celah yang masih terbuka.

Oleh karena itu, pemerintah memang harus lebih cermat dalam mencari celah tersebut agar tidak dimanfaatkan oleh oknum Wajib Pajak yang tidak bertanggung jawab. Maka tak heran jika pemerintah akhirnya semakin memperketat aturan perpajakan yang sudah ada.

3. Memperketat Pemberian Fasilitas Pajak

Banyaknya kasus tax avoidance sebenarnya juga menjadi sarana bagi pemerintah untuk menemukan celah yang bisa dilanggar. Celah tersebut harus segera ditutup sebelum dimanfaatkan oleh pebisnis yang ingin lari dari kewajiban membayar pajak.

Hal ini bisa dilakukan dengan memperketat pemberian fasilitas pajak khusus untuk skala bisnis tertentu. Sebenarnya, pemanfaatan fasilitas pajak memang bersifat legal selama tidak menyalahi aturan dan batasan dari pemerintah.

Namun, pengawasan pemanfaatan fasilitas pajak ini memang harus dilakukan lebih baik agar tidak menyeleweng dari peraturan.

4. Meningkatkan Aturan dan Sistem Perpajakan

Perilaku taat pajak oleh setiap Wajib Pajak juga bisa terwujud dengan penerapan aturan dan sistem perpajakan yang lebih mutakhir. Penghindaran dengan sistem yang canggih akan lebih mudah terdeteksi, baik pelakunya adalah Wajib Pajak pribadi maupun badan usaha.

Setiap hak dan kewajiban Wajib Pajak harus tertulis secara rinci dalam peraturan yang disahkan pemerintah. Kebijakan ini dirilis oleh Direktorat Jenderal Pajak yang harus disosialisasikan dengan baik.

Tidak hanya itu, Dirjen Pajak juga harus melakukan kajian terhadap peraturan yang aktual dan relevan bagi perpajakan di tanah air.

5. Memberikan Pengampunan Pajak

Upaya pencegahan penghindaran berikutnya yaitu dengan memberikan pengampunan pajak, bagaimana hal ini bisa dilakukan? Pada dasarnya, tindakan ini diambil pemerintah guna menyaring Wajib Pajak yang pernah dan berpotensi melanggar pajak kembali.

Jadi, Wajib Pajak tersebut diberi kesempatan agar taat membayar pajak sesuai kebijakan yang berlaku. Pebisnis juga harus melaporkan aset dan harta kekayaan yang dimiliki selama ini lalu membayar konsekuensi yang telah ditetapkan.

Penghindaran pajak memang merupakan tindakan yang sangat merugikan negara, terlebih jika terjadi di waktu bersamaan seperti di masa pandemi. Padahal nominal pajak tersebut digunakan untuk fasilitas publik guna menciptakan keamanan dan kenyamanan.